Di Indonesia ini, orang-orang pada
ribut kalau mau menentukan tanggal 1 Ramadhan (untuk puasa) dan 1 Syawal (untuk
lebaran). Sebabnya selalu itu-itu saja: perdebatan antara mereka yang
menggunakan metoda rukyat hilal dengan mereka yang menggunakan metode hisab
dalam menentukan tanggal-tanggal tersebut.
Pertanyannya: yang mana yang benar,
rukyat hilal atau hisab? Hilal adalah sebutan bahasa Arab untuk bulan yang
muncul saat tanggal 1, 2 dan 3. Bulan yang muncul saat tanggal 4 dan seterusnya
disebut qamar. Rukyat (melihat) hilal adalah metoda untuk menentukan awal
bulan. Hilal yang dilihat jelas hilal saat tanggal 1.
Kapan melihat hilal? Saat matahari
terbenam di tanggal 29. Bagaimana bentuk hilal? Berupa bulan sabit kecil yang
muncul ketika matahari terbenam penuh. Kalau bentuknya bundal maka itu bukanlah
hilal, melainkan qamar di akhir bulan berjalan.
Contohnya saat ingin menentukan
tanggal 1 Ramadhan, orang-orang harus berkumpul untuk melihat hilal pada
tanggal 29 Sya’ban. Tempat berkumpul jelas di tempat yang memudahkan untuk
melihat matahari terbenam, yaitu di tempat yang tidak terhalang gunung atau
gedung, seperti laut atau padang pasir.
Ketika matahari terbenam maka
orang-orang mulai melihat dengan mata telanjang atau alat, apakah muncul bulan
sabit kecil atau tidak. Kalau muncul, berarti telah masuk 1 Ramadhan. Kalau
tidak, entah karena memang tidak tampak atau karena mendung, berarti bulan
Sya’ban harus digenapkan menjadi 30 hari.
Hari setelah 30 Sya’ban otomatis
adalah hari bertanggal 1 Ramadhan, karena bulan-bulan di kalendar hijriah
bilangannya hanya dua, kalau bukan 29 pasti 30. Beda dengan kalendar Masehi
yang terdiri dari 28, 29, 30 dan 31 hari.
Dalil Ruk’yat hilal sangat tegas.
Nabi Muhammad berkata, “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah
kalian karena melihat hilal. Apabila kalian tidak dapat melihatnya karena
mendung maka genapkanlah jumlah bulan menjadi 30 hari.”
Dari dalil tersebut dapat
disimpulkan bahwa hilal itu dilihat (rukyat), bukan dihitung (hisab).
Pertanyannya: bukankah Allah menyuruh kita menggunakan akal dan ilmu
pengetahuan? Dan bukankah hisab adalah bagian dari ilmu pengetahuan? Memang
demikian, namun jangan sampai ilmu pengetahuan membuat kita mengabaikan dalil
dari Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad. Artinya, dalil harus didahulukan
daripada ilmu pengetahuan (akal).
Yang unik, misalnya, jika pengguna
metoda hisab telah menetapkan Ramadhan sempurna 30 hari. Pertanyannya, kalau
ternyata pada 29 Ramadhan hilal kelihatan, yang mana mereka ikuti, hasil rukyat
atau hasil hisab; dalil atau akal. Kalau mereka lebih memilih akal daripada
dalil, ini merupakan perkara yang sangat salah dan berbahaya.
Terakhir, yang mana yang lebih baik,
rukyat lokal atau rukyat global? Jawabannya rukyat global. Maksudnya, kalau
Indonesia belum melihat hilal tapi di Arab Saudi sudah terlihat hilal maka
telah masuk 1 Ramadhan. Dalilnya perkataan Nabi Muhammad tadi, “berpuasalah
kalian karena melihat bulan.” Kata kalian mewakili seluruh umat muslim di dunia,
tidak dibatasi oleh kalian yang berada di negara ini dan negara itu.
Nabi Muhammad pernah berpuasa di
tanggal 30 Ramadhan. Saat sedang berpuasa, dia menerima kabar bahwa hilal telah
terlihat. Nabi Muhammad lalu berbuka dan esoknya baru melaksanakan sholat Idul
Fitri. Nabi Muhammad tidak bertanya-tanya kabarnya dari mana, dari daerah yang
jauh atau dari yang dekat, yang jelas sudah ada yang melihat hilal dan orang
yang melihatnya itu terpercaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar