Oleh Bella Danny Justice
Saat
pertama kali gadis itu menginjakan kakinya dirumahku, aku sudah
menyukainya. Tak peduli bahwa ia adik angkatku, aku sangat menyukainya. Wajah
lugunya serta senyum polos yang selalu ia tunjukkan membuat perasaan ini
semakin tidak karuan. Bertahun-tahun aku menahan perasaanku karena aku tau mama
dan papaku tidak akan pernah mengizinkannya sampai kapanpun.
Avia,
gadis kecil yang dibawa orangtuaku dari sebuah panti asuhan itu kini tumbuh
menjadi seorang wanita yang cantik dan lembut. Dari awal, aku tidak pernah
bersikap baik kepadanya, aku tidak pernah menjawab ketika ia bertanya, aku
tidak pernah menunggunya untuk berangkat ke sekolah bersama, dan aku tidak
pernah menghiraukan keberadaannya...aku lakukan semua itu supaya aku tidak
merasa bersalah karna telah menyukai adik angkatku sendiri.
Bahkan
Raina, teman dekatku sejak SD menyalahkan perasaanku. Ia bilang bahwa aku
rupayanya sudah gila. Ia bilang kenapa tidak orang lain dan kenapa harus adik angkatku.
Aku hargai setiap perkataannya karena dia adalah teman baik ku, tapi aku bisa
berkata apa? Inilah aku! Hatiku tidak akan berubah walau seluruh orang di dunia
berkata cintaku ini mustahil!
“I’m sick of this life, i just wanna scream how could this happen to
me...”
Simple Plan – Untitled
“kakak!
Ka Niko! Ditunggu mama sama papa untuk makan malam dibawah. Cepetan ya kak!”
Seru Via yang membuyarkan lamunanku saat itu.
Aku
tidak menjawabnya, aku malah pergi ke rumah Raina dan makan malam disana.
Orangtua Raina tidak keberatan harus semeja makan denganku karena mereka juga
kenal dekat dengan keluargaku dan aku sering sekali berkunjung. Setiap hatiku
sedang gundah gulana aku selalu menceritakannya pada Rai.
“gue
ga tau ko mau kasih nasehat ke elo kaya gimana lagi...” ucap Raina merebahkan
tubuhnya dan menutup wajahnya dengan bantal.
Aku
mendekatinya dan menarik bantal itu dari wajahnya. “ayolah Rai! Gue mohon! Gue
bener-bener suka sama Via. Gue juga ga tau kenapa Tuhan harus menakdirkan dia
jadi ade angkat gue. Gue bingung banget Rai!”
“ini
nasehat terakhir ko. Ada 2 pilihan. Lo mau nyatain perasaan lo atau mundur dan
merelakan semuanya.” Yang dikatakan Raina memang benar. Aku tidak punya pilihan
lain. Menunggu terlalu lama membuatku jenuh dan lelah. Aku hanya punya 2
pilihan itu dan harus segera ku putuskan yang mana yang akan aku ambil.
“gue
nginep dirumah lo dulu ya Rai malam ini. Gue mau mikirin keputusannya.” Ujarku
lalu menarik selimut dan bersiap tidur.
Tiba-tiba
Raina mendorong punggungku dengan kakinya hingga aku terjatuh dari tempat
tidurnya. “lo gila ko?! Tidur dibawah! Yang bener aja masa tidur bareng sama
gue!” omel gadis itu. Terkadang aku berfikir dia sangat lucu kalau sedang
marah-marah seperti itu. Aku tertawa dalam hati dan menuruti perkataannya.
“iya!
Kejam banget sih lo kaya Belanda!” ledekku.
“biarin
aja! Daripada elo bodoh banget ga pernah nyadar!” setelah membalas ledekanku
Raina langsung menutupi dirinya dengan selimut. Apa maksud dia? Ngga pernah
nyadar? Apa dia ngeledek aku yang ga pernah nyadar kalau menyukai Via adalah
suatu kemustahilan?
Keesokannya
aku berangkat sekolah bersama dengan Rai. Kami pergi dengan kendaraan umum.
Menunggu lampu merah untuk menyebrang jalan raya yang dipenuhi mobil dan motor
yang berlalu lalang. Aku menggandeng tangan Rai ketika lampu lalu lintas
menunjukkan warna merah dan menyebrang melalui zebra-cross. Namun Raina
menghempaskan tanganku ke udara. Ia melepaskan genggamanku dan berlari. Saat aku
akan mengejarnya lampu itu berubah warna, kulihat datang sebuah truk berwarna
putih dengan kecepatan tinggi tapi Rai tidak menyadarinya sampai truk itu
mengklaksoninya.
Aku
berteriak sekencang-kencangnya. “RAIINAAAAAA!!!”
“She’s lost in the darkness, fading away..I’m still around here screaming her name...”
*Within Temptation – Lost*
Syukurlah...syukurlah
aku berhasil menariknya dan memeluknya sehingga tak terjadi sesuatu yang buruk
kepadanya. Jika itu terjadi, aku tak tau harus berbuat apa. Dalam sekejap kaki
dan tanganku membeku, aku masih terus mendekapnya erat. Dan aku bisa lihat
ketakutan yang mendalam dimatanya. Ia menggigit kukunya dengan gemetaran,
sedangkan orang-orang berkerumun mengelilingi kami.
“udah
Rai, udah ngga apa-apa. Gue berhasil menyelematkan lo. Lo ga perlu takut lagi
Rai.” Ucapku sambil membelai rambutnya.
“t-terimakasih
Ko...terimakasih.” jawabnya terbata-bata. Raina memegang tanganku dengan
kencang, dan ia menarik-narik seragamku. Untuk itu aku berinisiatif
mengantarnya kerumah dan menyuruhnya beristirahat.
Setelah
kejadian itu aku merasa aneh pada diriku sendiri. Tapi aku tidak
menghiraukannya. Yang sekarang aku prioritaskan adalah mengungkapkan perasaanku
pada Avia. Malam harinya aku teringat akan nasihat Rai, bahwa aku mempunyai 2
pilihan. Dan disaat aku ingin mengutarakan perasaanku, kenapa sekarang aku
merasa ragu akan hatiku, kenapa aku ragu dengan perasaan yang sudah lama aku
pendam ini? Aku terus memikirkannya. Akhirnya ku putuskan untuk tetap
mengatakannya pada Via. Kemudian aku pun mendatangi kamarnya.
“ka
Niko, ada apa? Tumben kakak ke kamar aku?” ujarnya yang sedang memegang buku
pelajaran Biologi. Aku menghampirinya dan duduk disampingnya.
“Via,
tolong dengerin kakak...karna kakak gak akan mengulangnya.” Kataku tak berani
menatap adik angkatku itu.
“iya,
Via pasti dengerin kakak. Kenapa ka? Ada apa?” jawabnya penuh rasa penasaran.
Aku
menarik nafas dalam-dalam dan menelan ludah. “aku sayang sama kamu Via.”
“aku
juga sayang kakak. Aku kira selama ini kakak benci sama aku. Tapi aku lega
ternyata kakak sayang sama aku.” Avia menjawabnya dengan mudah sambil
menorehkan senyum polos diwajah cantiknya kemudian memelukku.
Aku
kembali menarik nafas dan berusaha menjelaskan bahwa perasaanku ini lebih dari
rasa sayang seorang adik-kakak. “kakak sayang kamu sebagai seorang wanita Via!
Aku cinta kamu!” Tampak wajah Avia begitu kaget mendengar pernyataanku. Ia tak
menjawab sepatah kata pun. Ia melepaskan pelukannya. Ia tidak menoleh ke arahku
sama sekali. Meskipun aku telah ditolak, tapi aku merasa beban yang ku pikul
selama ini telah sirna. Walaupun aku tidak langsung bisa melupakan perasaan
yang sudah sangat lama ku pendam tapi aku yakin perlahan waktu akan
mengembalikan keadaan seperti semula.
“Nobody said it was easy..no one ever said it would be this hard, Oh take me back to the start...”
*Coldplay – Scientist*
Keseharianku berjalan seperti biasanya, untunglah ada Raina yang selalu bersama denganku. Sejak kejadian itu Via tidak berubah, ia tetap menegurku dengan senyum cerianya. Aku sungguh bersyukur dia tidak marah terhadapku dan kami pun perlahan menjalin hubungan selayaknya adik-kakak. Dan tahap demi tahap, perasaanku terhadapnya memudar. Mungkin kalau aku menceritakan kisah konyolku ini kepada semua orang mereka pasti akan berkata “yang kau alami itu Cinta Buta.” Jika kembali ke masa lalu aku jadi geli sendiri mengingat bagaimana bisa aku menyukai adik angkatku.
Namun aku tak sependapat bahwa Cinta itu Buta. Cinta tetaplah cinta. Cinta itu
suci. Terkadang manusia seperti akulah yang tidak pandai melihat ataupun
menyadari yang sedang ku alami benar cinta atau hanya perasaan ingin memiliki
semata. Karna jika berbicara tentang cinta, berarti kita juga membicarakan 2
orang yang memiliki perasaan yang sama. Aku cinta kamu, dan kamu cinta aku. Dan
cinta yang pernah aku miliki dulu adalah “Aku cinta kamu, tetapi kamu tidak
cinta aku.”
“hayooo!! Ngelamun aja sih ko!” ternyata Raina yang mengagetkanku dari belakang.
Tanpa rasa bersalah ia malah mencubit pipiku dan cengengesan.
“awhh.. sakit tau Rai!” keluhku sambil mengusap pipiku yang merah karena
dicubit gadis satu itu.
“masih ada rasa yang tertinggal sama adik angkat?” ucapan Raina membuatku tak
dapat bergeming. Keheningan menghiasi kami saat itu. Tapi tindakan Raina
lebih-lebih membuatku terkejut. Ia mendekatiku dan memelukku. Aku...mataku
seperti hampir mau copot karna saking kagetnya. Aku tak bisa begerak, tubuhku
mati kukuh, namun aku merasakan sesuatu...suatu kehangatan yang mampu
menenangkan hatiku...
“jangan menderita karna dia, karna banyak orang lain yang berlomba untuk
menyayangi elo Ko, termasuk gue...” setelah mengutarakan kalimat itu lalu ia
pergi, sedangkan aku...aku tak dapat mengatakan apa pun...aku tak tau mengapa
jika berada didekatnya aku hanya bisa terdiam.
Ya, aku memang masih menyukai Avia. Tapi, aku kira seseorang baru saja
menghapus perasaan itu. Seseorang yang tidak kuduga... bahwa ia mampu melakukan
hal besar terhadap diriku. Aku tidak peka selama ini. Maafkan aku Rai...
Aku ingin kau selalu ada untukku...
Yah, walaupun tanpa ku katakan kau pasti selalu
menemaniku...
Namun kali ini berbeda, aku sadar siapa yang
sebenarnya aku sayangi...
Aku tidak benar-benar menyukai Avia, dulu itu hanya
perasaanku sesaat karna kau pergi meninggalkan aku tanpa kabar sedikitpun...
“How did we lose our way, how did we fall apart...”
*All 4 One – Smile Like Monalisa*
“Rai! Rai mau kemana! Rai kan tau Niko ga punya temen selain Rai!”
“maafin aku Ko, tapi aku harus tinggalin kamu lagi. Semua ini aku lakukan
supaya kamu menyadari siapa yang benar-benar kamu cintai. Da-dah Niko...”
Suara itu...wajah Raina...tapi mau pergi
kemana lagi dia?!
“jangan pergi lagi Raiiiii !!!” jeritku yang terbangun tengah malam dari mimpi
yang begitu menyesakkan dadaku. Bagaimana
bisa aku bermimpi seperti itu? Pikirku tak percaya. Ku tengok handphone
yang saat itu bergetar. Ternyata sms dari
Raina.
From : Raina Denniele
Hei, ko. Maaf membangunkanmu tengah malam, tapi aku hanya
ingin menyampaikan satu hal. Tolong datanglah kerumahku nanti pagi, aku ingin
mengucapkan satu permintaan.
Ketika aku membalas sms-nya, tidak ada laporan terkirim sama sekali. Berulang-ulang aku mengirimnya hasilnya tetap sama. Karena penasaran, akhirnya aku menelfonnya...tapi nomernya tidak aktif. Aku benar-benar bingung. Permainan apa lagi ini Rai?! Gumamku.
Sial, semalaman aku tidak bisa tidur
nyenyak karna perempuan merepotkan itu. Aku terus menggerutu sepanjang
perjalan kerumah Raina. Saat mengendarai mobil tiba-tiba melintas seekor kucing
yang membuatku terhentak kaget dan aku langsung menginjak rem. Aku keluar dari
mobil dan syukurlah aku tidak menabrak binatang itu, ketika berbalik menuju
mobil aku kembali dibuat terkejut... Raina?!
“Rai, kok lo bisa disini? Bikin gue kaget aja!” ucapku agak sedikit terkejut.
“ah, kebetulan aja ko. Gue abis kerumah seseorang.” Tumben sekali dia tidak cerwet. Hari ini Rai kelihatan agak aneh.
“ayo gue anter lo pulang Rai.” Kataku menggandeng tangan Raina.
“jangan sekarang ko, gue mau pergi ke suatu tempat sama lo, boleh kan?”
pintanya.
“karna sekarang hari minggu kayanya boleh juga sekali-kali kita jalan, lagipula
udah lama kita ga jalan bareng. Okedeh, lo mau kemana? Gue anter.” Tuturku yang
memasuki mobil bersama Rai.
“gue...mau ke taman hiburan ko.”
“wah seru tuh! Gue juga udah lama ga kesana, terakhir kali sama lo pas kita
umur 10 tahun hehe.” Lalu aku langsung menancap gas menuju salah satu taman
hiburan di daerah Jakarta Utara. Kami menaiki semua wahan, mulai dari
yang kekanak-kanakan seperti gajah terbang, bom-bom car, istana boneka, sampai
yang menyeramkan seperti halilintar, tornado, dan kora-kora. Sudah lama sekali
aku tidak ketempat ini, dan aku merasa sangat nyaman...nyaman berada di dekat
Rai.
“All my agony fades away when you hold me in your embrace...”
*Within Temptation – All I Need*
Wahana terakhir yang kami naiki adalah Bianglala. Jujur, sebenarnya aku paling
takut naik wahan ini dari dulu. Tetapi aku bukan anak kecil lagi, jadi aku
memberanikan diri agar Raina tidak menganggapku pengecut.
“lo ga takut lagi ko?”
“enggaklah! Gue kan udah gede! Emangnya gue masih anak-anak!”
Raina tertawa kecil, lalu ia berkata. “baguslah kalau begitu. Hari ini gue
seneng banget ko, terimakasih ya..” Ia menghampiriku dan memelukku. Namun
sekarang aku tidak hanya terdiam, aku membalas pelukannya. Dengan erat aku
mendekap gadis itu. Entah mengapa rasanya aku ingin menangis ketika ia melepas pelukannya.
“lo masih inget kata-kata gue kan ko? Jangan menangis untuk orang yang gak
benar-benar lo cintai. Jangan menderita karena seseorang yang lo cintai
meninggalkan lo. Karena gue akan selalu ada untuk lo, sampai kapanpun...”
Sungguh, aku tidak dapat menahan tetesan air mata yang hangat perlahan mengalir
dipipiku. Aku merasa sedih saat Raina mengatakan hal itu. Kemudian ia kembali
memelukku, lebih lama dan lebih dalam dari sebelumnya. Ini adalah momen yang
tidak akan kulupakan.
Setelah puas seharian jalan bersama Raina aku pun mengantarkannya pulang, tapi
aku tidak sampai ke rumahnya, hanya di depan gapura perumahan karna aku sudah
keburu cape dan ingin cepat-cepat berbaring ditempat tidur. Sesampainya dirumah
aku mendapati orangtuaku dan Avia dengan wajah gelisah sedang duduk diruang
keluarga. Begitu melihat aku sudah pulang, mama langsung menghampiriku.
“ya ampun Niko! Kamu kemana aja sih dari pagi?! Mama telfonin tapi nomer kamu
gak aktif! Kamu tuh habis dari mana?!” yang namanya mama kalo udah ngomong ga
ada titik komanya. Aku jadi bingung mau jawab yang mana dulu.
“aku abis...” belum selesai menjawab Avia menyela pembicaraanku dengan mama.
“kakak Rai meninggal kak. Dia kecelakaan tertabrak Truk tadi pagi.” Sela
adikku.
Gelap, dunia ini seakan berubah kelam bagiku. Bagaimana mungkin?! Tadi pagi, hah?! Sedangkan Raina baru saja
menghabiskan waktu bersama denganku! Mereka pasti salah! Mereka pasti
membohongiku! Aku jatuh tersungkur, membenamkan wajahku kedalam kedua telapak
tanganku.
Rai, mana mungkin...mana mungkin ini terjadi kepadamu, iya
kan Rai?! Jawab aku Raina?!!!
Tolong jangan tinggalkan aku Rai...
“Place and time always on my mind.. I have so much to say but you’re so far away...”
*Avenged Sevenfold – So Far Away*
Keesokan paginya aku dan keluarga mendatangi rumah Raina yang terpampang
bendera kuning. Banyak orang-orang yang berdatangan untuk memberikan doanya.
Disamping peti kayu yang dingin itu aku melihat Om Johan dan Tante Lucy sedang
menangisi anak mereka. Terutama Tante Lucy, ia tampak kehilangan dan Om Johan
berusaha terlihat tegar sambil menyemangati istrinya.
Kaki ku tidak mampu bergerak selangkah pun. Rasanya aku tidak sanggup harus
melihatnya. Aku tidak berani menghadapi semua ini sendiri. Tapi Avia menggengam
tanganku, ia tersenyum padaku seolah memberikan kekuatan kepadaku.
Melihatmu terbujur kaku berhiaskan gaun putih dan bunga yang kau pegang... kau sungguh cantik Rai.. benar-benar seperti malaikat. Setidaknya aku sangat senang karna sebelum kau pergi kau menemuiku lebih dahulu dan menghabiskan waktu bersama denganku..
Tidak ada lagi yang dapat kukatakan
Rai. Disatu sisi aku memang kehilanganmu tapi disisi lain aku ingat perkataanmu
bahwa aku tidak boleh menderita jika orang yang ku cintai pergi meninggalkan
aku, karena kau sebagai orang yang ku cintai akan selalu ada dihatiku.
Tidurlah dengan damai, bawalah
seluruh kenangan kita bersama kepergianmu. Jangan pernah lupakan aku dari
hidupmu. Tetaplah berada dihatiku selamanya, karena aku tidak akan pernah
menghapusmu dari ingatanku.
Aku yakin Rai, seseorang yang
mencintaiku telah menungguku diluar sana.. meskipun aku sekarang belum
menemukannya, tapi satu yang pasti bahwa tidak akan pernah ada yang bisa
menggantikanmu...
***
Gadis itu memberikan kecupan lembut
yang terakhir di pipi Niko tanpa sepengetahuannya. Ia menangis untuk yang
terakhir kalinya dan terbang jauh menembus awan.
“Ko, aku minta maaf karna aku tidak
bisa berada disismu selamanya sampai kapanpun seperti perkataanku, tapi aku
akan selalu mengawasimu dari atas sini ko...aku akan menyaksikan sendiri kau
bersama orang yang benar-benar kau cintai hidup berdampingan...rasanya aku
tidak sabar menunggu akan hal itu..selamat tinggal Niko...”
“I hope it's worth it, what's left behind me...
I know you'll find your own way when I'm not with
you...”
*Avenged Sevenfold – Fiction*
DE END
Ini cerpen terakhir dari saya karna
selama 1 bulan kedepan akan sibuk untuk persiapan kuliah. Tapi setelah semuanya
selesai pasti saya akan kirim yang lainnya lagi.
Hope you like it.
Sincerely,
BELLA.
Fb : Bella Justice
Twitter : @bellajusticee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar