Sabtu, 21 Juli 2012

Seri Puasa: Rukyat Hilal atau Hisab


Di Indonesia ini, orang-orang pada ribut kalau mau menentukan tanggal 1 Ramadhan (untuk puasa) dan 1 Syawal (untuk lebaran). Sebabnya selalu itu-itu saja: perdebatan antara mereka yang menggunakan metoda rukyat hilal dengan mereka yang menggunakan metode hisab dalam menentukan tanggal-tanggal tersebut.

Pertanyannya: yang mana yang benar, rukyat hilal atau hisab? Hilal adalah sebutan bahasa Arab untuk bulan yang muncul saat tanggal 1, 2 dan 3. Bulan yang muncul saat tanggal 4 dan seterusnya disebut qamar. Rukyat (melihat) hilal adalah metoda untuk menentukan awal bulan. Hilal yang dilihat jelas hilal saat tanggal 1.

Kapan melihat hilal? Saat matahari terbenam di tanggal 29. Bagaimana bentuk hilal? Berupa bulan sabit kecil yang muncul ketika matahari terbenam penuh. Kalau bentuknya bundal maka itu bukanlah hilal, melainkan qamar di akhir bulan berjalan.

Contohnya saat ingin menentukan tanggal 1 Ramadhan, orang-orang harus berkumpul untuk melihat hilal pada tanggal 29 Sya’ban. Tempat berkumpul jelas di tempat yang memudahkan untuk melihat matahari terbenam, yaitu di tempat yang tidak terhalang gunung atau gedung, seperti laut atau padang pasir.

Ketika matahari terbenam maka orang-orang mulai melihat dengan mata telanjang atau alat, apakah muncul bulan sabit kecil atau tidak. Kalau muncul, berarti telah masuk 1 Ramadhan. Kalau tidak, entah karena memang tidak tampak atau karena mendung, berarti bulan Sya’ban harus digenapkan menjadi 30 hari.
Hari setelah 30 Sya’ban otomatis adalah hari bertanggal 1 Ramadhan, karena bulan-bulan di kalendar hijriah bilangannya hanya dua, kalau bukan 29 pasti 30. Beda dengan kalendar Masehi yang terdiri dari 28, 29, 30 dan 31 hari.

Dalil Ruk’yat hilal sangat tegas. Nabi Muhammad berkata, “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihat hilal. Apabila kalian tidak dapat melihatnya karena mendung maka genapkanlah jumlah bulan menjadi 30 hari.”
Dari dalil tersebut dapat disimpulkan bahwa hilal itu dilihat (rukyat), bukan dihitung (hisab). Pertanyannya: bukankah Allah menyuruh kita menggunakan akal dan ilmu pengetahuan? Dan bukankah hisab adalah bagian dari ilmu pengetahuan? Memang demikian, namun jangan sampai ilmu pengetahuan membuat kita mengabaikan dalil dari Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad. Artinya, dalil harus didahulukan daripada ilmu pengetahuan (akal).

Yang unik, misalnya, jika pengguna metoda hisab telah menetapkan Ramadhan sempurna 30 hari. Pertanyannya, kalau ternyata pada 29 Ramadhan hilal kelihatan, yang mana mereka ikuti, hasil rukyat atau hasil hisab; dalil atau akal. Kalau mereka lebih memilih akal daripada dalil, ini merupakan perkara yang sangat salah dan berbahaya.

Terakhir, yang mana yang lebih baik, rukyat lokal atau rukyat global? Jawabannya rukyat global. Maksudnya, kalau Indonesia belum melihat hilal tapi di Arab Saudi sudah terlihat hilal maka telah masuk 1 Ramadhan. Dalilnya perkataan Nabi Muhammad tadi, “berpuasalah kalian karena melihat bulan.” Kata kalian mewakili seluruh umat muslim di dunia, tidak dibatasi oleh kalian yang berada di negara ini dan negara itu.

Nabi Muhammad pernah berpuasa di tanggal 30 Ramadhan. Saat sedang berpuasa, dia menerima kabar bahwa hilal telah terlihat. Nabi Muhammad lalu berbuka dan esoknya baru melaksanakan sholat Idul Fitri. Nabi Muhammad tidak bertanya-tanya kabarnya dari mana, dari daerah yang jauh atau dari yang dekat, yang jelas sudah ada yang melihat hilal dan orang yang melihatnya itu terpercaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar